Sabtu, 09 Juni 2012

Jejak Hujan

"Apa yang paling kamu suka?"

"Merenung di atas atap, sendiri saja. Sedangkan kamu?"

"Aku sangat suka hujan. Sekian jam hanya mengamati hujan."

"Untuk apa? Bukankah ada hal lain yang lebih berguna?"

"Hmm. Memangnya kamu sendiri untuk apa sendirian di atas atap?"

"Aku? Pastinya merenungi semuanya. Melihat semuanya dengan cara yang berbeda.
Bukankah itu lebih baik daripada mengeluh dan merengek pada siapa pun juga?
Dengan sendirian, aku bisa berkaca pada langit.
Aku bisa melihat semua orang yang berada di bawahku sedang giat melakukan pekerjaannya.
Dan aku bisa lebih bersyukur -di tengah kegalauanku sekalipun- bahwa aku masih memiliki waktu untuk diriku sendiri,
waktu untuk bungkam, dan waktu untuk mencerna semua kewajibanku yang aku rasa jauh dari keinginan dan kemampuanku.
Jika kamu? Apa guna melihat hujan sekian waktu?"

"Aku mencintai hujan.
Seperti semua orang yang jatuh cinta, melihat kekasih hatinya saja sudah cukup.
Aku mencintai hujan.
Yang menyimpan tak terhingga cerita tentang hatiku.
Aku mencintai hujan.
Karena ia membersamai aku dan selalu netral menempatkan posisinya.
Aku mencintai hujan.
Sehingga aku betah berlama-lama menunggunya semakin lebat."

"Apa yang kamu dapat dari hujan?
Selain dingin, basah, dan kelabu?"

"Aku mendapat banyak hal. Aku menjadi mengerti banyak hal."

"Bagaimana bisa?"

"Hanya dengan melihat, hanya dengan mengamati,
sesungguhnya kita bisa belajar memahami dan mulai mengerti."

"Ah, berbicara denganmu selalu penuh ambigu."

Dan kamu berlalu, tanpa salam penutup ataupun salam perpisahan.
Aku hanya tersenyum saja, menatap punggung tegapmu yang tegas.

Bisikku,
apakah kamu tahu, bahwa aku merindukanmu seperti hujan?
namun, karena hujan juga aku merelakanmu pergi berlalu.
hujan, memang tidak pernah mampu aku dekap.
dan aku berterima kasih, karenamu.
yang sempat menjadi hujanku.


harumnya jejakmu,
semakin kuat karena hujan lebat.

Tidak ada komentar: